Rabu, 09 Agustus 2017

Halo, akhirnya pengen lagi untuk update blog saya kali ini. Dan thema tulisan kali ini adalah ingin menanggapi opini dari seorang rekan mengenai penerima beasiswa. Tulisan beliau selengkapnya bisa check di link di sini.

Singkatnya, si mas author menulis opini itu juga untuk menanggapi artikel salah satu penerima beasiswa. Adapun saya disini tertarik untuk mengulas tulisan beliau dari point2 yang dituliskannya, sekaligus mengeluarkan opini dari sudut pandang saya sebagai (juga) salah satu awardee dari suatu beasiswa yang diberkati sampai saat ini (puji Tuhan!). Oke kita mulai saja. 
Catatan: Artikel beliau saya tulis dengan warna merah, dan tanggapan saya dengan warna biru.

Mulai alinea pertama:
Tugas mahasiswa penerima beasiswa itu kuliah, lulus, dan memberikan ilmunya ke masyarakat. Kalau pelesir, itu kerjaan traveler. Jangan kemaruk. Nanti kalau mahasiswa pelesir, jadi traveler, lalu menulis dan jadi travel-blogger, saya kehabisan lahan
Disini saya ingin menyoroti perihal logika yang beliau pakai:
A: Mahasiswa tugasnya kuliah, lulus dan memberikan ilmu ke masyarakat.
B: Traveler itu kerjanya plezier. 
C: Mahasiswa tidak boleh jadi plezier karena kemaruk
Masalahnya adalah, kami penerima beasiswa juga adalah kumpulan manusia yang sudah dijamin hak asasi nya, termasuk salah satunya untuk mendapat konten hiburan. Tulisan anda ini dapat saya tangkap sebagai salah satu upaya untuk mencederai hak asasi saya sebagai manusia, yang bahkan diakui oleh PBB. Jika saya menanyakan balik ke anda, apakah anda sebagai traveler pernah dibatasi hak nya untuk sekolah?

Lanjut alinea kedua:
Lagipula, kenapa membuat apologi dengan playing victim? Dari tulisan itu, seolah mahasiswa yang mendapatkan beasiswa itu paling menderita. Mbok bikin apologi itu yang lebih intelek. Apa pelesir jadi obat untuk itu semua? Lebih menderita mana mahasiswa penerima beasiswa dibanding Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, yang hampir tiap saat kita dengarkan berita tentang kenestapaannya?
Saya setuju kalau kami memang harus bersyukur dan jangan selalu playing victim. Hanya saja, kembali lagi, liburan juga adalah hak asasi kami dan anda tidak mempunyai hak 0.0000...1% sekalipun untuk mencederai itu, kecuali anda tidak mengakui Hak Asasi Manusia. Kemudian, saya ingin tahu data yang anda bisa tunjukkan mengenai presentasi TKI yang nestapa, beserta the truth behind each story. Kenapa? Karena selalu mudah untuk membuat stereotype berdasarkan data2 specific yang mendukung interest anda (jadi keingat majas "pars pro toto"-> menyebut sebagian untuk menyatakan keseluruhan, cmiiw). However, stereotype sangat rawan untuk bias. Silakan dibaca artikel ini sebagai dasar argumentasi saya akan stereotype.

Next, alinea keempat:
Bandingkan dengan para TKI yang jelas-jelas pahlawan devisa pulang ke Indonesia, di bandara saja, kadang disambut dengan kehinaan. Bertahun-tahun tidak bertemu keluarga demi memperbaiki nasib.
Hampir sama dengan alinea kedua, tolong lampirkan data yang valid sebagai support argument anda. Juga tolong dijelaskan definisi kehinaan disini. 

Lanjut, alinea keenam:
Mak El dan para TKI sama, mendapatkan previlese yang tidak didapat di dalam negeri. Namun, perlakuannya kan beda? Apa karena mahasiswa penerima beasiswa itu intelek sehingga lebih bebas untuk jalan-jalan? Ya tidak, lebih pantas para TKI untuk jalan-jalan dan pelesir. Mereka pakai uang hasil jerih payahnya sendiri. Jangan menyamaratakan? Ya tidak. Namun, coba jelaskan, itu jalan-jalan pakai uang apa? Tidak usah ngomong soal transparansi, akuntabilitas, atau apologi aneh-aneh lainnya. Cukup jelaskan itu uang jalan-jalan dari mana. Ini era keterbukaan informasi, makanya mahasiswa penerima beasiswa juga harus terbuka. Berani jujur uang jalan-jalan itu uang siapa atau … ? Bukan kebanyakan apologi seperti Mak El.
Saya setuju dengan point kalau TKI berhak jalan2 dari hasil keringatnya sendiri, dan saya rasa tidak ada juga orang yang melarang mereka untuk travelling, bukan?
Kami pun sebenarnya (in a way) sama dengan TKI, hanya kalau TKI pergi keluar negeri untuk bekerja secara fisik membanting tulang, maka kami dibayar untuk menunjukkan kerja intelektual kami di dunia perkuliahan dan/atau penelitian. Jadi kalau anda mendukung hak travelling untuk TKI, harusnya kami juga ga dibatasi dong hak nya. 

Kemudian di alinea ketujuh:
Anda kan di birokrasi, pasti tahu persis bagaimana memperlakukan uang negara. Seseorang kudu diklat Pengadaan Barang dan Jasa, harus menghafal banyak pasal aturan, dan ketika bekerja pun gemetaran karena takut dengan pemeriksaan Itjen atau BPK. Sementara, penerima beasiswa menerima uang dari negara dengan cara yang mudah. Eh, dihabiskan begitu saja untuk pelesir? Apa tidak sedih itu para pejabat pengadaan, yang kalau mau mengeluarkan uang negara satu rupiah saja berpikir hingga stres? Lha para penerima beasiswa tinggal duduk manis menunggu transferan, kok ya enak saja menghabiskan uang negara dengan gampangnya.
Anda pikir pemberi beasiswa sebodoh itu merelakan uangnya untuk kami pakai begitu saja? Tentu saja ada sistem kontrol (kami wajib melaporkan perkembangan kuliah kami, walau kadang progress nya memalukan / bahkan tidak ada progress sama sekali), juga ada kontrak dengan sederet hak dan kewajiban yang kami tanda tangani dan berkekuatan hukum. 
Kemudian juga, para pejabat pengadaan (PPK) itu mempunyai tugas seperti demikian dalam pekerjaannya, dan saya memahami adanya ancaman setiap hari dalam pekerjaan mereka. Akan tetapi, mereka dibayar untuk itu, dan mereka bisa memakai gaji mereka dengan bebas. Kalau anda ingin kami untuk melewati proses yang sama seperti para pejabat tersebut dalam mengelola uang untuk kebutuhan hidup dan kuliah kami, apakah anda siap memberi kami gaji tambahan untuk hidup kami disini??

Alinea kedua terakhir yang saya ingin tanggapi:
Saya sih berharap kotak empati mahasiswa penerima beasiswa itu dibuka sedikit saja. Lihat, Indonesia masih banyak masalah. Harapan saya sederhana, kuliah saja yang benar lalu giving back ke negara dan bangsa. Penerima beasiswa, apalagi yang dibiayai negara, memanggul kewajiban bagi bangsa dan negara. Bukan malah previlesenya diemplok sendiri demi mempercantik CV di Linkedin. Dan tahu tidak, ada pembayar pajak yang tulus dan ikhlas membayar pajak dan berharap negara ini menjadi lebih baik? Ada pegawai pajak yang bekerja sampai larut malam demi tercapainya penerimaan negara yang sebagian uangnya dipakai untuk Anda-Anda kuliah? Opo yo tumon kalau situ malah pelesir-pelesir? Mbok ya empati sedikit.
1. Kuliah sendiri tidak 7/24, selalu ada leisure time. Di tempat saya sendiri kuliah hanya 5 hari seminggu. Terus sisa 2 hari itu saya harus kuliah dimana ya?
2. Apa ya korelasi antara travelling dan "mempercantik CV di LinkedIn"? Selama saya mengikuti wawancara kerja, juga dari konsultasi company days, saya tidak pernah dapat tips ini. Mungkin beliau bisa memberi info perihal company yang take travel experiences into account. Saya pingin coba daftar soalnya hehe.
3. Sebagian uang pajak dipakai saya kuliah? Untuk info saja, biaya kuliah disini per tahun itu 13.942EUR, dan saya mendapat jatah biaya hidup 1200EUR per bulan. Mari kita berhitung singkat:
Biaya kuliah: 13942*2 = 27.884 = 418.260.000 IDR
Biaya hidup: 1200*24 = 28.800+ 2400 = 31.200EUR = 468.000.000 IDR
Insurance: 950EUR = 14.250.000 IDR
Total = 900.510.000 IDR
Ternyata bahkan <1M loh. Meanwhile, pendapatan pajak NKRI tahun 2016 adalah 1,105T loh. Kalau dalam presentasi, ternyata dana beasiswa saya ini hanya sekitar 0.09%. Terus sebagian (pengertian saya sebagian = 1/2 dari 1 bagian = 50%) ini data nya darimana ya?
4. Soal empati yang daritadi disinggung terus padahal dia ga salah apa2 (tau kok ini jayus), saya ingin menanyakan sebaliknya ke beliau perihal empati dia terhadap proses yang kami alami dalam perkuliahan kami. Tidak sedikit yang stress (http://delta.tudelft.nl/article/stressing-out-at-tu-delft/24861), juga sulitnya untuk mendapat nilai yang memuaskan (https://www.studyinholland.nl/documentation/grading-systems-in-the-netherlands-the-united-states-and-the-united-kingdom.pdf), belum dengan kesulitan2 lain, seperti jika ada keluarga di yang meninggal di Indonesia, masalah home sick, culture shock dll. Hal2 ini perlu juga diingat sebelum judge seorang mahasiswa perantau.

Sebagai tambahan info mengenai jalan2, dari site berikut (http://ec.europa.eu/eurostat/statistics-explained/index.php/Quality_of_life_in_Europe_-_facts_and_views_-_leisure_and_social_relations), dijelaskan bahwa rata-rata penduduk Eropa menghabiskan 9,3% uang mereka for leisure, angka yang sama didapat in terms of allocated time. Itu kurang sepersepuluh dari hidup mereka.

Hanya ini saja tanggapan dari saya mengenai artikel mas Farchan, semoga yang membaca bisa memahami maksud saya dan menjadi lebih kritis dan objektif dalam melihat suatu problem.



Minggu, 19 Februari 2017

VERTICAL DRAINAGE, YANG BENAR AJA BROH?


Baru-baru ini saya melihat berita kampanye Pilkada DKI Jakarta (yang lagi hitz banget itu loh...), dan saya jadi tertarik dengan program salah satu paslon untuk menanggulangi banjir, yaitu Vertical Drainage. Kutipan berita berikut diambil dari detik.com (https://news.detik.com/berita/d-3424984/anies-usul-vertical-drainage-atasi-banjir-ahok-berkukuh-normalisasi) :


"Pada akhirnya pengelolaan air harus menggunakan vertical drainage, bukan horizontal drainage. Artinya, dialirkan ke laut saja belum cukup. Tetap dimasukkan ke bumi, dan bumi Jakarta memerlukan air. Ke depan, vertical drainage, bukan horizontal drainage,"


Nah, usulan ini kelihatannya ilmiah banget, tapi apakah itu benar-benar solusi yang tepat?
Berikut ini saya kutip ulasan tentang Vertical Drainage, dari webpage Considerate Constructors Scheme (https://ccsbestpractice.org.uk/entries/constantly-improving-techniques-used-on-site-vertical-draining/)


The purpose of vertical drainage is to promote the transport of water in the soil, thereby speeding up the consolidation process. A stable situation is achieved more quickly, considerably reducing the filling time, while the accelerated settlement process allows work to start sooner on finishing the fill. This results in a shorter construction period, which can be of both economic and social benefit.

The way vertical drainage works is based on the principle that drains are installed vertically into the ground a regular distance apart. These drains have the task of absorbing the inflowing water without significant resistance and draining it away vertically. The use of drains changes the route that water particles have to take through the low-porosity soil. Vertical drains are used to change the direction of flow from a mainly vertical direction to a mainly horizontal direction. 
Depending on the depth, the water flows across half the distance between drains in a horizontal direction and then flows vertically out through the drains having passed through all or half of the stratum thickness without much resistance.

Moreover, a vertical drainage system can also be used for the vertical transport of free water. This type of drainage is known as dewatering.

Vertical drainage can be used in embankment projects when the natural settlement process cannot be completed properly within the available time. Vertical drainage also provides a solution when a site does not become stable fast enough, while the embankment must be completed quickly within a tight time schedule. 



Jadi guys, vertical drainage itu, simple nya, adalah salah satu teknik perbaikan/perkuatan tanah, yakni dengan cara "memaksa" air tanah untuk mengalir keluar dari tanah sehingga konsolidasi makin cepat, serta mempersingkat durasi yang diperlukan dalam pemadatan tanah. Hal ini berkaitan dengan fungsi tanah sendiri sebagai pondasi dalam suatu proyek konstruksi.
So, vertical drainage itu fungsi nya adalah MENGELUARKAN air, bukan MEMASUKKAN air via proses infiltrasi ke dalam tanah.

Mungkin yang dimaksud dengan paslon tersebut adalah SUMUR RESAPAN, dan bukan VERTICAL DRAINAGE. Tapi okelah, saya juga ingin mengecek mengenai ini. 


Sumur resapan, dikutip dari CNN Indonesia (http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160405110943-20-121759/wawancara-jakarta-butuh-ratusan-ribu-sumur-resapan-air--1-/), ternyata bukanlah solusi yang cukup feasible.



Saat ini pemerintah provinsi DKI Jakarta punya sekitar dua ribu sumur resapan dengan kedalaman 3,6 meter. Apakah sumur resapan proyek pemerintah itu sudah bisa diandalkan untuk menampung air hujan? 
Itu tidak cukup. Untuk DAS Mampang saja yang panjangnya mencapai 32 kilometer persegi itu memerlukan ratusan ribu sumur resapan. Proyek 2.000 sumur resapan DKI itu idenya sudah bagus, hanya saja pekerjaan detailnya yang harus disupervisi. 

Banyak penempatan sumur resapan di lokasi yang bukan menjadi alur air. Contoh air yang ditampung itu hanya sebatas satu meter persegi karena penempatannya di daerah yang lebih tinggi dari alur air. 

Padahal satu sumur resapan itu targetnya bisa bisa menampung minimal 100 meter persegi air hujan. Selain itu, air hujan yang masuk itu terkadang membawa rumput atau terkadang daun-daun, sehingga menutup saluran. Jadi harus ada sedikit inovasi dalam hal perawatannya.




Mungkin misi yang lebih tepat untuk diucapkan adalah: memperbanyak sumur resapan untuk mengurangi banjir, sesuai dengan peraturan yang ada (ternyata adalah loh undang-undang soal kewajiban tiap rumah untuk menyediakan sumur resapan). Tetapi, solusi utama tetap harus dengan normalisasi sungai, yang artinya, memang harus melakukan relokasi, yang tentunya bersifat selektif.
Lebih lanjut, berikut saya kutip dari kompas.com http://sains.kompas.com/read/2015/09/21/15230021/Normalisasi.Jadi.Solusi.Banjir?page=all yang memuat pendapat salah satu Guru Besar di IPB Bogor mengenai pentingnya normalisasi sungai.



Guru Besar Hidrologi Institut Pertanian Bogor Hidayat Pawitan menyampaikan, dengan perkembangan permukiman Jabodetabek, telah terjadi peningkatan limpasan air permukaan. Peningkatan aliran sungai ini dari sekitar 300 meter kubik per detik pada 1970 menjadi 600 meter kubik per detik pada 2000. Aliran sungai akan menggerus alur sungai horizontal dan vertikal. 

 Merelokasi warga ini menjadi beban terberat pemerintah dalam normalisasi Ciliwung. "Dalam hal ini, kemauan politik serta konsistensi pemerintah kota dan pusat sangat menentukan berhasilnya relokasi juga kelancaran pelaksanaan proyek. Sebaliknya, jika dibiarkan berlarut-larut, makin bertambah masalahnya," katanya.





To conclude this essay, saya jadinya cukup meragukan kapabilitas pasangan ini untuk menjalankan program ini, apalagi untuk membuat Jakarta bebas banjir. Gimana ngga, ngasih solusi nya saja udah pake istilah yang salah.
Tapi lebih lanjut lagi saya tidak menutup kemungkinan untuk menerima masukan (yang bersifat scientific tentunya) jika sumur resapan benar2 efektif untuk membebaskan Jakarta dari banjir.

Sekian dari saya, tot de volgende artikelen.

Senin, 28 September 2015

PERSIAPAN KEBERANGKATAN PK-30

Halo guys,
 
Di entry kali ini saya akan bercerita mengenai tahap akhir seleksi LPDP, yaitu Persiapan Keberangkatan (disingkat PK). Di PK ini, kita akan mengikuti berbagai kegiatan, antara lain forum sharing dari orang-orang hebat se-Indonesia (contohnya, pak BJ Habibie, mba Najwa Shihab, pak Boediono, dan masih banyak lagi), sesi outbound, bakti social, dan acara penutupan PK sendiri. Durasi PK saat ini adalah 6 hari, dimana dulunya PK itu diadakan selama 12 hari (cmiiw). PK LPDP sendiri dimulai pada akhir tahun 2013 (again, cmiiw), dan saya mendapatkan "jatah" PK tanggal 9-14 Maret 2015, dimana saya termasuk tim PK Batch 30. Gimana ceritanya? Here we go.....

Berawal dari akhir bulan Januari, dimana setelah saya dinyatakan lulus sesi wawancara, dan saya pun menunggu (dengan harap2 cemas) jadwal kegiatan PK dimana nama saya masuk didalamnya, dan akhirnya saya mendapat kepastian untuk mengikuti PK Angkatan 30 tanggal 9-14 Maret 2015 di Wisma Hijau, Depok, Jawa Barat. Adapun angkatan saya terdiri dari + 128 orang pada saat diumumkan pertama kali, dan setelah melewati berbagai dinamika Pra-PK (tugas2, pemilihan ketua angkatan, dlsb), yang tersisa tinggal 121 orang, dengan beberapa dari yang mengundurkan diri karena berhalangan sehingga mengganti jadwal PK nya.

Sebulan sebelum PK dimulai, LPDP membuatkan forum milis khusus untuk kami, angkatan 30, sebagai wadah berkomunikasi dan tempat PIC PK mengirimkan file-file tugas yang harus kami selesaikan sebelum kegiatan PK dilaksanakan. Tugas-tugas yang dikirimkan itu bervariasi, ada mengenai penentuan Ketua Angkatan, Nama Angkatan, logo, pembuatan Life Grand Map, bahkan kontes foto pun ada, dengan total hampir 30 tugas (lumayan kan...). Adapun PK-30 selalu berhasil menuntaskan tugas2 tersebut tepat pada waktunya (kadang kecepetan, malah), thanks to all crews of PK-30.

 
Logo PK-30

ONLY IN INDONESIA - PANDANGAN ANAK MUDA TENTANG INDONESIA



Courtesy : youtube.com/lastdayprod



Video ini saya lihat di Youtube, dan bercerita mengenai hal-hal yang terjadi "hanya di Indonesia" (motor masuk jalan tol, 1 motor dinaiki 4 orang, dlsb kekonyolan lain). Sekilas, video ini seolah menampilkan sisi negative yang (sayangnya) memang "Indonesia banget".

Tetapi, ada juga pesan moral yang terkandung dalam video ini, yang ditampilkan di bagian akhir. Bagaimana pun jeleknya Indonesia, tetap jadi Tanah air saya (dan kita sesame anak2 Indonesia). So, cintailah Indonesia dengan segala kelebihan dan kekurangannya, serta ciri khas yang ada (yang sering kali rada "nyeleneh"). Kalau bukan kita yang cinta Indonesia, siapa lagi?



Gerald

Lagi di Delft, tapi hati tetap rindu Indonesia.





Nb:

Last Day Production adalah sebuah grup yang membuat video2 singkat bertema komedi (ada juga dramanya), mengenai kehidupan sehari-hari, secara khusus di lingkup anak muda masa kini.

Untuk melihat video2 mereka, dapat mengakses di www.youtube.com/lastdayprod , atau search di Youtube : Last Day Production.

Rabu, 08 April 2015

Seleksi Wawancara - 2nd Step of LPDP Selection Process

Hai guys, setelah beberapa lama tidak memposting artikel, akhirnya saya akan melanjutkan kembali cerita pengalaman apply beasiswa LPDP

Setelah melalui proses seleksi administrasi kemarin yang lumayan membuat deg-degan (at least lo bisa membuat lo nangis kalau ga lulus :p) sampailah pada tahap Interview ini
Oh ya, lokasi interview LPDP ada di beberapa kota ya, antara lain Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Makassar (cmiiw). Nah adapun untuk Makassar sendiri, bertempat di Gedung Phinisi Universitas Negeri Makassar, Jl. A.P. Pettarani


Gedung Phinisi UNM




Nah, adapun jadwal interview akan di email langsung dari LPDP ke email kita, setelah dinyatakan lulus seleksi administrasi kemarin

Saya sendiri mendapatkan jadwal interview pada tanggal 4-6 Desember 2014 (awalnya..) bersama 90 orang lainnya (Fyi, bersyukur juga saingannya hanya 90-an orang, lihat aja Jakarta yang pesertanya hampir 1000 orang, atau Bandung yang 400-an orang,ckckck..)
Maka pulanglah saya dengan riang gembira dari Bandung setelah mengikuti tes masuk ITB pada tanggal 3 Desember malam
Btw, ternyata pada hari itu juga (tanggal 3), saya telah mendapat email dari pihak LPDP bahwa wawancara ditunda ke tanggal 5-6 Desember saja, tetapi karena terlalu semangat, saya tidak menghiraukan email tersebut dan datang ke UNM pada tanggal 4 pagi, kontan saja tidak ada orang sama sekali :p
Yang sedikit mengejutkan (as a side story), ketika menanyakan info mengenai lokasi wawancara kepada pihak UNM, mereka sama sekali tidak mengetahui tentang LPDP (ini mungkin sekaligus bahan masukan untuk LPDP bahwa ternyata di Indonesia Timur, info tentang LPDP masih belum tersebar dengan baik)

Back again, maka saya balik lagi ke lokasi pada tanggal 5 Desember pagi pkl. 07.30 dimana ditentukan jadwal wawancara mulai pkl. 08.00 pagi
Setelah sempat molor + 1 jam (jam karet,,wew) akhirnya seleksi dimulai, terlebih dahulu diadakan registrasi ulang untuk para peserta
Info untuk teman2, pada saat wawancara siapkan semua berkas yang kalian kirimkan (di print), karena akan dicek kembali pada saat hari-H
Adapun equipment yang harus disiapkan yakni :
1. Formulir pendaftaran LPDP (yang didownload pada halaman pendaftaran beasiswa, setelah kita mengirimkan aplikasi kita kemarin)

Tuh maksudnya


2. KTP
3. Kelengkapan lain (ijazah asli, transkrip, surat keterangan dokter, rekomendasi, sertifikat toefl/ielts, essay yang dibuat, LOA Unconditional jika ada)

Nah, pada saat registrasi, dokumen tersebut diperlihatkan ke mbak2 atau mas2 yang meng handle kita, adapun oleh mereka akan ditanyakan soal periode perkuliahan kita nanti untuk disinkronkan dengan input kita sebelumnya
Btw, jadwal wawancara kita baru akan ketahuan pada hari-H, dan sembari menunggu kita tidak diperbolehkan pulang, kecuali jadwal kita bukan pada hari ini.


Back to me, saya mendapat jadwal wawancara di hari itu juga pkl. 17.30 dan LGD esok pkl. 09.00 (mengenai LGD akan dibahas di artikel berikut ya...), sembari menunggu saya bercerita dan berkenalan dengan teman-teman peserta yang,wooww, kualifikasi nya sangat high recommended, apalah artinya saya ini dibandingkan dengan mereka sebenarnya,hehe, termasuk dengan beberapa orang yang kelak menjadi teman PK saya hehe, baik program Magister maupun Doktor.
Adapun dari info teman-teman yang sudah duluan dipanggil untuk wawancara, mereka kebanyakan ditanyai perihal rencana studi dan proposal disertasi mereka, serta pengalaman organisasi dan kontribusi mereka untuk Indonesia (which for me, those are difficult questions,,hiiii). Kontan aja makin deg-degan lah saya dibuatnya

Singkat cerita, the time for me has come, masuklah saya di ruangan wawancara, dimana saya diwawancarai oleh 3 orang (1 orang dari LPDP, 1 orang dosen, dan 1 psikolog), dan mulai lah saya diwawancarai.
Yang mengejutkan, durasi wawancara saya hanya sekitar 5 menit lebih, yang mana teman-teman lain memerlukan waktu + 30 menit untuk wawancara hehe, juga pertanyaan kepada saya hanya mengenai alasan memilih kampus tujuan, serta menjelaskan jurusan yang akan saya ambil.
Hal lainnya adalah saya disuruh menjawab dalam bahasa Inggris, padahal kebanyakan sih memakai bahasa Indonesia, but tetap disikat aja!Ganbatte!

Adapun tips dari saya pribadi untuk seleksi wawancara yakni :
1. Datang tepat waktu atau lebih awal, agar ada waktu untuk relaks
2. Memakai pakaian rapi, jangan berdandan berlebihan atau aneh
3. Membawa dokumen lengkap untuk verifikasi
4. Membawa bekal makan minum secukupnya mengingat tidak diperbolehkan meninggalkan lokasi
5. Selalu siap siaga mendengar nama yang dipanggil, it could be your name
6. Santai,rilekss,itu wajib
7. Saat masuk sebisa mungkin bersikap ramah dengan menjabat interviewer anda
8. Menjawab dengan rileks dan jujur tiap pertanyaan yang diajukan, ingat jangan lebay! ada kok psikolog yang akan mengetahui kejujuran anda disitu
9. Pertahankan gestur positive anda, yakni mata yang menghadap ke lawan bicara, duduk sopan / tegap, muka yang tersenyum tipis (jangan tersenyum lebar ntar dikira gila loh :p) tangan yang lurus ke samping badan atau ditaruh di atas paha.
10. Minta restu ortu/anak, suami/istri/pacar sebelum ke lokasi itu penting banget bro/sist!
11. Jangan lupa berdoa memohon pencerahan sebelum memulai wawancara
12. Jabat tangan interviewer setelah wawancara selesai, even you are angry with them or anything, show your respect! Juga sampaikan salam pamit sebelum keluar
13. Last but not least, berdoa setelah selesai, mengucap syukur untuk penyertaan Tuhan selama wawancara dan memohon yang terbaik untuik hasilnya nanti

Sekian pengalaman dan tips wawanara yang saya ingin share disini, semoga bermanfaat bagi anda yang membacanya
Adapun tahapan LGD sebenarnya bersamaan dengan wawancara, tetapi akan saya share di artikel selanjutnya, be patient :)


Sincerely,

Christian Gerald Daniel
Awardee LPDP PK-30
Lentera Nusantara



Rabu, 01 April 2015

Seleksi Administrasi LPDP - First Step to Get LPDP Scholarship

Hello, kembali lagi bersama saya Gerald

Kali ini saya ingin bercerita mengenai proses seleksi administrasi LPDP sesuai pengalaman saya

Balik ke Agustus 2014, setelah berhasil lulus dari jenjang S-1, dan setelah mengecek website LPDP (www.lpdp.depkeu.go.id), maka saya memutuskan untuk mencoba mendaftar.
Adapun untuk pendaftaran beasiswa LPDP, ada berbagai persyaratan administratif yang harus saya penuhi, antara lain :


Selasa, 31 Maret 2015

Seleksi Beasiswa LPDP - General

Hai guys, let me introduce myself first
Nama saya Gerald, fresh graduate asli Makassar
Sewaktu kuliah mengambil jurusan Teknik Sipil di Univ. Atma Jaya Makassar 
(p.s. ga usah nanya apa bener ada univ Atmajaya di Makassar, yes, It DOES Exist)

Singkat cerita, sesuai cita-cita ku untuk menjadi dosen dan scientist yang akan membuat suatu penemuan besar di bidang rekayasa material jalan raya (soooo civil engineering), maka saya ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat Master.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa pendidikan itu biaya nya sangat besar, very costly, maka saya selaku mahasiswa dari keluarga yang standard, perlu mencari pihak-pihak baik untuk membiayai kuliah saya
Kemudian, dikenalkanlah saya dengan yang namanya LPDP

Alkisah, setelah mendapatkan info dari dosen pembimbing saya, bahwa tersedia beasiswa dari Pemerintah Indonesia untuk orang yang ingin melanjutkan studinya ke tingkat Master dan Doktor, maka saya dengan bersemangat mendaftarkan diri, tentunya dengan bantuan dan bimbingan dari para dosen-dosen tercinta di kampus almamaterku (Thanks to them)

Fyi, LPDP adalah Lembaga Pengelola Dana Pendidikan yang berada dibawah 4 kementerian (Kemen Keuangan, Kemen Riset dan Teknologi, Kemen Pendidikan, Kemen Agama) ; dan memberikan beasiswa full-funded (tuition fee, living allowance, etc, you name it) bagi para calon mahasiswa yang berpotensi dan mempunyai jiwa kepemimpinan dan nasionalisme, dimana para penerima diharapkan akan menjadi pemimpin Indonesia di masa depan. Adapun seleksi penerimaan beasiswa LPDP terbagi atas beberap tahap yakni :